Lompat ke isi utama

Berita

Tentang Daftar Pemilih Berkualitas

Menyoal daftar pemilih pada Pemilu 2024 dimulai dari Coklit pada tanggal 12 Februari sampai dengan 14 Maret 2023 lalu. Dari awal akses pengawas terhadap DP4 dan formulir A pemilih itu memang sudah terbatas. Bahkan bukan hanya terbatas namun tidak dapat sama sekali baik hard copy maupun soft copy. Sehingga pengawas pemilu bergerak tanpa data pembanding. Lalu apakah pengawas pemilu berhenti atau mundur kebelakang "angkat kopor" ?. Oh, tentu tidak, pengawas masih memiliki suatu metode sampling yang dilabelkan sebagai uji fakta.

Dalam sub tahapan Coklit yang dilakukan oleh Pantarlih. Pengawas Kelurahan/ Desa menjalankan metode pengawasan langsung, melekat mengawasi Pantarlih dalam pekan pertama Coklit. Kemudian melakukan uji petik untuk pekan selanjutnya, dengan menguji 10 KK perhari. Metode ini terbilang baru, tapi cukup untuk membuktikan problem lapangan saat Coklit berjalan.

Terdapat dua fenomena kinerja Pantarlih di lapangan. Pertama Pantarlih yang benar-benar mendatangi rumah pemilih dan kedua yang enggan mendatangi rumah pemilih. Untuk fenomena pertama ini hipotesa saya bahwa, Pantarlih yang bertugas di Desa dan perkampungan tampak gagah dan profesional dalam bekerja. Dengan membawa tas dan mengenakan topi Pantarlih, mereka menyisir rumah-rumah warga. Namun jika di perkotaan Pantarlih diawal pekan Coklit tampak sepi. Agaknya ada rasa kurang percaya diri dalam bekerja mencoklit warga atau warganya yang kurang responsif dengan pendataan pemilih.

Untuk fenomena kedua, Pantarlih yang tidak mendatangi rumah warga dapat dibuktikan pada akhir masa Coklit, ketika Pengawas melakukan Patroli masih menemukan warga yang belum di Coklit. Meskipun fakta itu dapat di tangkis dengan frasa "warganya tidak berada di rumah saat didatangi".

Pemilih TMS

Besarnya jumlah pemilih tidak memenuhi syarat menjadi tanda tanya, Apa sebenarnya yang terjadi?. Jumlah pemilih TMS sebanyak 78.187 dari Total DPS di Kuansing berjumlah 249. 388 pemilih. Variabel pemilih salah penempatan TPS menyumbang angka terbesar dari pemilih TMS itu. Fakta itu membuktikan DP4 dan Form A Pemilih yang dari awal tidak diberikan kepada Pengawas Pemilu ada masalah.

Di sisi lain, apakah uji fakta yang dilakukan PKD sudahkah efektif? Untuk menjawabnya, ada dua fakta yang muncul. Pertama bahwa masih ada PKD yang meminta data ke Pantarlih dan PPS terkait data pemilih TMS dan pemilih baru. Kedua adalah real temuan data pemilih TMS di lapangan oleh PKD. Pemilih TMS itu seperti pemilih yang beralih status ke TNI/Polri, pemilih yang meninggal dunia, pindah domisili KK dan sebagainya. Kita "angkat topi" kepada pengawas lapangan yang benar-benar menemukan fakta di lapangan. Sehingga data hasil pengawasan objektif untuk di sinkronisasi dengan hasil Coklit.

Defacto or Dejure

Penyelenggara menerapkan konsep dejure dalam pendataan pemilih. Meskipun menurut hemat kami bahwa metode Coklit adalah konsep defacto. Dejure diartikan bahwa pemilih harus sesuai dengan data kependudukan seperti KK dan KTP elektronik.

Pemilih akan dicoklit sesuai domisili identitas kependudukan bukan domisili keberadaannya. Hal itu tentu tepat karena mobilitas penduduk yang cukup tinggi harus "dikunci" dengan domisili identitasnya. Akan kewalahan jika didata dimana ia berada. Namun konsep dejure kurang relevan bagi pemilih yang meninggal dunia. Jika pemilih telah meninggal dunia dibuktikan dengan akta kematian maka akan kontradiktif dengan fakta jumlah pemilih yang meninggal dunia yang tidak mengurus akta kematian termasuk surat keterangan dari Desa/Kelurahan. Maka apakah pemilih yang meninggal dunia dianggap masih memenuhi syarat karena tidak didukung dengan administrasi kematian?.

DPS

Setelah ditetapkannya daftar pemilih sementara maka sejak itu partisipasi masyarakat dan elemen masyarakat diperlukan. Sebab tidak ada lagi pencocokan dan penelitian ke rumah-rumah warga. DPS yang telah diumumkan itu menunggu tanggapan dari masyarakat terkait pemilih yang belum terdaftar atau perbaikan elemen data pemilih. Nah, pada posisi ini, apakah partisipasi masyarakat dapat diandalkan?. Tidak saja sosialisasi yang efektif namun kerja sama elemen masyarakat, pemerintah termasuk Partai Politik sangat diperlukan.

Paska DPS ditetapkan, pengawas pemilu sedikit bernafas lega karena KPU telah menyerahkan data by name by address DPS kepada Bawaslu. Meskipun tanpa elemen data NIK yang dianggap data pribadi. Namun disisi lain, Sidalih belum bisa diakses pengawas pemilu, belum ada izin dari pemilik aplikasi. Sehingga soft copy DPS "dipelototin" satu persatu. Akhirnya hasil "melototin" itulah di temukan ganda pemilih dalam DPS. Masih terdapat ribuan data pemilih ganda tanpa variabel NIK di Kuansing. Hasil pencermatan ini dirasa menjadi subtansial untuk "pembersihan" DPS.

Tentang daftar pemilih, semua berjalan step by step dengan tujuan menjadikan data pemilih yang berkualitas. Bukankah pemilih adalah penentu akhir dalam kontestasi Pemilu?. ***

Tag
OPINI